Lanjutan dari Metode Pengecoran dan Pemadatan Beton
Tujuan dan Variabilitas dari Proses Evaluasi dan Pengendalian Mutu Beton
Tujuan dan Variabilitas dari Proses Evaluasi dan Pengendalian Mutu Beton
Tujuan dari proses evaluasi dan pengendalian mutu beton adalah untuk mengontrol tingkat kekuatan & variabilitas mutu beton yang dihasilkan dari suatu produksi beton dalam periode tertentu secara rutin
Variabilitas dalam proses evaluasi dan pengendalian mutu beton adalah suatu besaran yang menyatakan rata-rata penyimpangan mutu beton dari sejumlah benda uji (data test) dibandingkan dengan rata-rata mutu beton yang bisa dicapai dan dinyatakan sebagai DEVIASI.
Hal-hal yang menyebabkan deviasi adalah perbedaan-perbedaan pada hal-hal berikut :
• Karakteristik masing-masing bahan dasar
• Praktek penimbangan, proporsi campuran, pembuatan benda uji, peralatan pengadukan, pengadukan, pengangkutan, penuangan, dan perawatan
• Pembuatan, pengujian, dan perlakuan terhadap benda uji
Deviasi tinggi menunjukkan kurangnya tingkat pengendalian kualitas material, pelaksanaan pekerjaan dan pengujian
Pengujian Kualitas Beton
Dalam pengujian beton segar, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu konsistensi dan kadar udara pada beton. Sedangkan pada beton keras, secara garis besar pengujiannya dibagi menjadi dua jenis, yaitu destruktif dan non destruktif.
Pengujian Destruktif
Berikut merupakan macam-macam pengujian destruktif pada beton keras :
a. Uji kuat tekan beton
Pengujian terhadap beton dilakukan pada material beton segar bisa berbentuk kubus atau silinder yang mewakili campuran beton. Beton merupakan batu buatan yang dibuat dengan mencampurkan beberapa bahan pilihan yakni agregat halus, agregat kasar dan semen yang diaduk dan dibentuk menjadi struktur untuk bangunan. Berikut ini langkah-langkah selengkapnya :
1. Siapkan beton yang hendak diuji yakni dari beton segar yang mewakili campuran beton. Isikan cetakan dengan adukan beton dalam tiga lapis. Cetakan ini bisa berupa cetakan silinder dengan diameter 152 mm dan tinggi 305 mm.
2. Setiap lapisan adukan beton yang dimasukkan ke dalam cetakan dipadatkan dengan 25 x tusukan merata. Saat melakukan pemadatan pada lapisan yang pertama, tongkat pemadat tidak sampai menyentuh bagian dasar cetakan. Ketika pemadatan lapisan kedua dan ketiga, tongkat pemadat masuk ke kedalaman sekitar 25,4 mm pada lapisan yang ada di bawahnya.
3. Jika pemadatan sudah selesai dilakukan, ketuklah sisi-sisi cetakan sampai rongga tusukan tertutup sempurna. Ratakan permukaan beton dan tutup dengan bahan tahan karat dan kedap air. Diamkan beton dalam cetakan selama 24 jam. Pastikan beton dalam cetakan diletakkan pada lokasi yang tanpa getaran.
4. Bila sudah 24 jam, keluarkan beton dari cetakan dan rendam dalam air bersuhu 25°C selama waktu yang diinginkan atau sesuai dengan persyaratan sebagai proses pematangan.
5. Selanjutnya bersihkan beton yang hendak diuji dengan kain lembab. Pastikan tidak ada lagi kotoran yang menempel.
6. Kemudian catat berat dan ukuran beton yang akan diuji.
7. Beri lapisan mortar belerang di bagian permukaan atas dan bawah beton. Caranya, lelehkan terlebih dahulu mortar belerang lalu letakkan beton dalam posisi tegak lurus hingga belerang menjadi keras. Lakukan cara yang sama untuk bagian bawah beton.
Jika beton yang hendak diuji sudah disiapkan dengan baik, selanjutnya siapkan alat uji kuat tekan beton. Alat ini secara khusus dirancang untuk menguji kuat tekan pada beton. Letakkan beton yang akan diuji tepat pada bagian tengah mesin uji.
Operasikan mesin uji dengan penambahan beban yang konstan antara 2 Kg/cm2 sampai dengan 4 Kg/cm2 per detik. Uji beban ini terus dilakukan sampai beton uji hancur. Catat dengan baik beban maksimum selama pengujian dilakukan. Catat pula kondisi beton uji dan gambar bentuk pecahannya.
Dari data tersebut, selanjutnya bisa dihitung kuat tekan beton dengan menggunakan rumus P/A(Kg/cm2). Dalam rumus ini, P adalah beban maksimum dengan satuan Kg. Sedangkan A adalah luas penampang benda uji dengan satuan Cm2.
Uji kuat tekan beton umumnya dilakukan pada beton usia 3 hari, 7 hari dan 28 hari. Kemudian hasil uji diambil dari nilai rata-rata paling tidak 2 beton yang diuji. Dengan cara ini, dapat diperoleh hasil yang akurat.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh170wVV5EgPCFhTQM2ulRaC8YobeM_eKPZlvbBHm6L950QiEaoVSQ5_bCjZSMtvxbf8dUqyOXNhGhL4osukbl5yxmrMhiLhRkdukvYuNhiL_mUmFKweI1nOf2cj2IcVlQKuOYo6zxNbu34/s200/faktor+konvesi+beton.jpg
Dengan melakukan uji kuat tekan beton melalui cara yang benar dan cermat, maka kegagalan struktur bangunan bisa dihindari. Dengan cara ini pula, beton yang digunakan dalam proses pembangunan memiliki kualitas yang sama atau paling tidak mendekati perencanaan.
b. Uji Kuat Tarik Beton
Kuat tarik beton biasanya 8%-15% dari kuat tekan beton, kekuatan tarik adalah suatu sifat yang penting yang mempengaruhi perambatan dan ukuran dari retak didalam struktur. Kekuatan Tarik biasanya ditentukan dengan menggunakan percobaan pembebanan silinder, dimana silinder yang ukurannya sama dengan benda uji dalam percobaan kuat tekan diletakkan pada sisinya di atas mesin uji dan beban tekan P dikerjakan secara merata dalam arah diameter disepanjang benda uji.
c. Uji Kuat Lentur Beton
Kuat tarik lentur adalah kemampuan balok beton yang diletakkan pada dua perletakan untuk menahan gaya dengan arah tegak lurus sumbu benda uji, yang diberikan padanya, sampai benda uji patah yang dinyatakan dalam Mega Pascal (MPa) gaya tiap satuan luas (SNI 03-4431-1997).
Sebuah balok yang diberi beban akan mengalami deformasi, dan oleh sebab itu timbul momen-momen lentur sebagai perlawanan dari material yang membentuk balok tersebut terhadap beban luar. Tegangan yang timbul selama mengalami deformasi tidak boleh melebihi tegangan lentur ijin untuk bahan dari beton itu. Momen eksternal harus ditahan oleh bahan dari beton, dan harga maksimum yang dapat dicapai sebelum balok mengalami keruntuhan atau patah sama dengan momen penahan internal dari balok.
Sistem pembebanan pada pengujian tarik lentur, yaitu benda uji dibebani sedemikian rupa sehingga hanya akan mengalami keruntuhan akibat lentur murni.
d. Core Test Drill
Metoda core drill adalah suatu metoda pengambilan sampel beton pada suatu struktur bangunan. Sampel yang diambil (bentuk silinder) diusahakan jangan sampai merusak struktur dari beton tersebut. Sampel tersebut selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pengujian seperti Kuat tekan, Karbonasi dan Pullout test. Pengujian kuat tekan (ASTM C-39) dari sampel tersebut diatas biasanya lebih dikenal dengan pengujian “Beton Inti”. Alat uji yang digunakan adalah mesin tekan dengan kapasitas dari 2000 kN sampai dengan 3000 kN.
Uji core drill atau bor inti ialah cara uji beton keras dengan cara mengambil contoh silinder beton dari daerah yang kuat tekannya diragukan. Pengambilan contoh dilakukan dengan alat bor yang mata bornya berupa “pipa” dari intan, sehingga diperoleh contoh beton berupa silinder.
Silinder beton yang diperoleh tergantung ukuran diameter mata-bornya, umumnya antara 50 mm sampai 150 mm. Namun sebaiknya diameter silinder tidak kurang dari 3 kali ukuran maksimum agregat betonnya.
Jika hasil Core Test menunjukkan hasil kuat tekan yang masih di bawah yang disyaratkan dan kekuatan secara struktural meragukan, maka selanjutnya dapat dilakukan Uji Beban (Load Test). Selanjutnya, penggunaan metode perkuatan untuk menjamin terpenuhinya kekuatan struktural perlu diberikan, jika dianggap perlu.
Pengujian Non-Destruktif
Selain pengujian destruktif juga terdapat pengujian non-destruktif. Uji NDT (Non Destructive Test) tidak dapat menggantikan Core Test, namun lebih bersifat cross check hasil Core Test (Kosmatka et al 2003). Berikut merupakan macam-macam pengujian non-destruktif pada beton keras :
a. Uji beban langsung (Load Test)
Terdapat beberapa alasan mengapa load test perlu dilakukan terhadap beton, antara lain :
- Struktur keamanan bangunan yang dibangun non standart sehingga dapat menimbulkan kekhawatiran runtuhnya bangunan tersebut.
- Perhitungan analisis yang tidak mungkin didapatkan secara detail karena keterbatasan waktu pembangunan dan struktur tanah.
- Membuktikan kekuatan suatu struktur yang baru direnovasi karena adanya perubahan pada fungsi bangunan.
Uji pembebanan langsung sendiri dibagi menjadi dua, yaitu :
• Uji Beban Statis (Load Test Static)
Tujuan utama dari metode load test static yaitu mengukur kekuatan dan ketahanan pada struktur bangunan ketika diberi beban kerja apakah sudah sesuai dengan standar yang ditentukan, mengingat hal ini berhubungan dengan keamanan masyarakat umum yang melintas.
Standart pengukuran dinilai berdasarkan lendutan yang terjadi pada saat pengujian. Perhatikan keadaan disekitar jangan sampai ikut mempengaruhi hasil pengukuran.
• Uji Beban Dinamis (Load Test Dynamic)
Sedangkan tujuan pada uji beban dinamis atau load test dynamic yaitu menilai besarnya kapasitas suatu bagian struktur yang nantinya akan dianalisa dan dijadikan acuan untuk menentukan nilai struktur lainnya yang tidak jauh berbeda dengan struktur yang diuji.
Biasanya, pengujian ini menggunakan truk yang bergerak diatas balok kayu, kemudian truk tersebut melewati balok kayu hingga membentur aspal dan menghasilkan lendutan. Nantinya, lendutan dan tingkat ketahanan landasan terhadap benturan yang diberikan truk akan diukur.
b. Hammer Test
Hammer Test dilakukan untuk mendapatkan kekuatan / tegangan karakteristik beton yang sudah ada. Test material digunakan dengan alat hammer test pada elemen struktur seperti kolom, balok dan plat lantai.
Tahapan sebelum hammer test dimulai yaitu sebelum tes dimulai permukaan dari elemen struktur yang belum rata harus dihaluskan menggunakan gerinda agar didapatkan permukaan yang rata agar pembacaan rebound dari alat hammer test lebih teliti dan tepat. Di setiap titik hammer test dilakukan sebanyak 20 kali shooting per lantai. Kemudian hasil tes dianalisa menggunakan standard deviasi untuk penentuan mutu beton.
c. Pulse Velocity Crack Recorder (UPV = Ultrasonic Pulse Velocity)
Pengujian ultrasonik telah digunakan oleh beberapa negara. Di indonesia digunakan sejak tahun 1980’an. Tujuan dari penelitian menggunakan pengujian ultrasonik yaitu:
- Mendeteksi kedalaman dan keretakannya.
- Homoginitas pada beton.
- Kerusakan permukaan beton akibat kebakaran atau pengaruh kimiawi.
- Perubahan sifat dari masa ke masa.
- Kualitas/mutu beton.
- Kerusakan lain pada beton (Honeycombing/Void)
- Modulus Elastisitas beton.
Comments
Post a Comment