Tiang
pancang Franki adalah salah satu jenis pondasi tiang pancang dari beton yang
dicor ditempat pengerjaan (cast in place pile) dengan bagian ujung bawahnya
yang diperbesar sehingga daya dukung tiang semakin besar. Tiang pancang Franki
pertama kali dikembangkan oleh seorang engineer dari Belgia yang bernama Edgard
Frankignoul pada tahun 1909. Sejak saat itu penggunaan tiang pancang Franki
semakin berkembang hingga sekarang.Tiang pancang Franki menggabungkan
keunggulan dari tiang bor dan tiang pancang, yaitu dapat dimanfaatkannya secara
maksimal kekuatan friksi tanah dan relatif ekonomis karena beton yang digunakan
sesuai dengan kedalaman pondasi.
Tiang
pancang Franki sangat cocok digunakan pada kondisi dengan kedalaman tanah keras
yang bervariasi dan juga pada tanah dengan lapisan lensa pasir karena pada
pelaksanaannya kepadatan lensa akan meningkat. Pada tanah yang kohesif dan
lapisan tanah kerasnya berada sangat dalam penggunaan tiang franki tidak begitu
dianjurkan karena akan jauh lebih ekonomis dan efektif jika sifat kohesif tanah
tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik dengan pemilihan jenis atau tipe
pondasi lain yang sesuai.
METODE
PELAKSANAAN
1.
Pipa baja densan ujung bawah terbuka,
diletakkan di atas tanah tepat pada titik (patok) tiang. Batu koral lalu
dimasukkan ke dalam pipa yang kosong itu dengan menggunakan suatu alat yang
dinamakan skip setinggi kurang lebih 0,6 - 1,O meter di dalam pipa. Koral
dipadatkan dengan tumbukan palu drop hammer di dalam pipa sehingga melekat
menjadi suatu sumbat pada ujung pipa. Palu penumbuk (drop hammer) berbobot
lebih kurang 3,2 ton.
2.
Pemancangan pipa besi dilakukan dengan cara
menumbuk sumbat koral pada ujung pipa sehingga mencapai kedalaman yang
diinginkan. Kedalaman pemancangan ditentukan melalui data yang diperoleh dari
penyelidikan tanah dan kalendering pada setiap titik. Pemancangan dihentikan
apabila penurunan pipa tidak lebih dari 30 mm dalam 10 pukulan, dengan tinggi
jatuh palu setinggi 1,2O meter per pukulan.
3.
Setelah mencapai kedalaman yang diharapkan,
pipa ditahan dengan sling dan sumbat koral yang terdapat di dalam pipa dipukul
hingga lepas dan keluar dari pipa. Beton kering lalu diisikan sedikit demi
sedikit ke dalam pipa untuk pembuatan pembesaran (bulb) atau enlarged base.
4.
Volume beton yang digunakan dalam pembuatan
bulb disesuaikan dengan kekerasan tanah dan pada umumnya adalah antara 0,14 m3
(satu skip) hinSga 0,84 m3 (enam skip). Jumlah pukulan pada satu skip (0,14 m3)
beton terakhir harus tidak kurang dari 40 kali dengan tinggi jatuh palu minimum
4,8 meter atau hingga energi yang sama tercapai.
5.
Keranjang besi terdiri dari 6 besi utama
diameter 22 mm yang dililit spiral diameter 8 mm jarak 20 cm untuk seluruh
panjang tiang Franki.
Keranjang
besi tersebut lalu dimasukan ke dalam pipa dan merupakan pembesian dari tiang
pondasi. Keranjang besi dibuat sepanjang tiang sendiri dengan tambahan ±0,90
meter stek untuk masuk ke dalam poer untuk penyambungan, maka over-lapping besi
utama adalah ±90 cm. Pada ujung keranjang besi dan pada sambungan dilas titik
agar lebih kuat.
6.
Tiang Franki lalu dibuat dengan mengecor
beton sedikit demi sedikit ke dalam pipa disertai dengan pemadatan sambil pipa
sedikit demi sedikit dicabut. Beton yang digunakan dalam pengecoran adalah
dengan mutu K-225 dan faktor air semen tidak lebih dari 0,40 dan slump berkisar
antara 0-2,50 cm. Pengecoran becon diakhiri dengan penambahan setinggi lebih
kurang 30 cm - 50 cm agar beton pada ketinggian yang diinginkan terjamin baik
dan keras.
7.
Susunan campuran beton yang berdasarkan
volume untuk tiang Franki adalah 1 : 2,25 : 3,25
Per
meter kubik beton:
Semen
= 345.00 kg
Pasir
=
0,62 m3
Split
2/3 = 0,90 m3
Air =
134, liter
Tiang
Franki yang selesai dilaksanakan harus tahan memikul beban kerja sebesar 130
ton
Comments
Post a Comment