Rigid Pavement (Komponen Rigid Pavement dan Jenisnya) Skip to main content

Rigid Pavement (Komponen Rigid Pavement dan Jenisnya)

Konstruksi perkerasan kaku pada umumnya mempunyai ketebalan pelat beton sekitar 25 cm, dengan mutu kuat tekan beton yang setara dengan kuat tarik lentur 45 kg/cm2. Perkerasan kaku tersebut mempunyai kapasitas atau daya layan sebesar 8 juta repetisi standard axle load, yang setara dengan konstruksi perkerasan lentur setebal 55 cm. Dengan demikian untuk beban dan tanah dasar yang sama, konstruksi perkerasan kaku memerlukan ketebalan konstruksi yang lebih tipis.

Bahu Jalan untuk Konstruksi Perkerasan Kaku
Bahu jalan dari beton yang diikatkan,memberikan tambahan nilai struktur yang sangat berarti pada perkerasan kaku, sehingga tebal pelat dari perkerasan yang menggunakan bahu beton bisa menjadi lebih tipis. Bahu beton disini harus merupakan bahu beton yang menyatu dengan pelat secara integral atau bahu beton yang mempunyai sifat struktural, dan harus mempunyai mutu beton dan tebal yang sama dengan tebal pelat itu sendiri dengan lebar minimum 60 cm. Sedangkan lebar bahu yang menyatu dengan pelat beton dan letaknya di jalur median, lebarnya bisa dikurangi dengan minimum 50 cm.
Bahu beton yang diikatkan dan bersifat struktural adalah bahu beton yang sambungannya dibentuk ada takikan dengan lebar minimum 150 cm.

Jenis Perkerasan Kaku
Perkerasan kaku yang berupa pelat beton dilengkapi dengan beberapa sambungan, seperti sambungan susut melintang, sambungan memanjang, sambungan pelaksanaan serta sambungan muai.
Ada beberapa tipe perkerasan kaku yang telah dikenal, akan tetapi ada dua hal yang paling penting. Pertama kekuatan terhadap beban lalu lintas yang dinyatakan dengan kuat tarik lentur dari beton. Jika penulangan digunakan, penulangan itu digunakan untuk mengontrol retak dan bukan untuk memikul beban lalu lintas. Hal yang kedua ialah bahwa perkerasan kaku menyusut akibat dari penyusutan beton itu sendiri sewaktu dalam proses mengeras, serta memuai dan menyusut akibat pengaruh temperatur, dan pergerakan ini harus diperhitungkan.
Jenis perkerasan kaku yang dikenal ada 5, yaitu:
  1. Perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan atau “jointed unreinforced (plain) concrete pavement'’ (JPCP)
  2. Perkerasan kaku bersambung dengan tulangan atau “jointed reinforced concrete pavement” (JRCP)
  3. Perkerasan kaku menerus dengan tulangan atau “continuously reinforced concrete pavement” (CRCP)
  4. Perkerasan beton semen 'prategang' atau “prestressed concrete pavement”
  5. Perkerasan beton semen pracetak (dengan dan tanpa prategang)
Perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan, perkerasan kaku bersambung dengan tulangan, dan perkerasan kaku menerus dengan tulangan termasuk dalam kelompok perkerasaan kaku konvensional. Perancangan dan rincian detil pada sambungan sangat penting untuk jenis jenis perkerasan tersebut. Ketiga jenis perkerasan konvensional tersebut, juga telah digunakan sebagai pelapisan ulang, walaupun yang paling umum ialah perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan.

1. Perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan atau “jointed unreinforced (plain) concrete pavement'’ (JPCP)
Perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan adalah jenis yang paling umum digunakan karena biaya yang relatif murah dalam pelaksanaannya dibanding jenis lainnya. Di daerah dimana korosi terhadap tulangan akan menjadi masalah, ketidakberadaan tulangan akan meniadakan masalah korosi tersebut, walaupun besi ruji masih akan kena pengaruh korosi. Sambungan susut umumnya dibuat setiap antara 3,6 m dan 6 m (di Indonesia umumnya antara 4,5 m dan 5 m). Sambungan ini mempunyai jarak yang relatif dekat sehingga retak tidak akan terbentuk di dalam pelat sampai akhir umur layan dari perkerasan tersebut. Karena itu pada perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan, pemuaian dan penyusutan perkerasan diatasi melalui sambungan.
Pada perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan, tidak ada tulangan pada pelat, kecuali ruji yang diletakkan pada sambungan susut tersebut, dan batang pengikat (tie bar) yang terletak pada sambungan memanjang.
Ruji adalah baja polos lurus yang dipasang pada setiap jenis sambungan melintang dengan maksud sebagai sistem penyalur beban, sehingga pelat yang berdampingan dapat bekerja sama tanpa terjadi perbedaan penurunan yang berarti. Sedangkan batang pengikat (tie bars) adalah batang baja ulir yang dipasang pada sambungan memanjang dengan maksud untuk mengikat pelat agar tidak bergerak horizontal. Satu kinerja yang penting dari perkerasan bersambung tanpa tulangan ialah penyalur beban yang melintang sepanjang sambungan. Jika sambungan mengalami faulting (perbedaan ketinggian dari kedua sisi pelat pada sambungan), maka pengemudi akan mengalami “bumping” pada sambungan dan menyebabkan ketidaknyamanan sewaktu mengemudi. Dua metode digunakan untuk melengkapi penyaluran beban pada sambungan perkerasan JPCP, yaitu agregat interlocking dan ruji.
Jika ruji tidak digunakan, maka penyaluran beban pada sambungan, bisa didapat melalui kekuatan geser dari agregat interlocking. Sambungan dengan agregat interlocking dibentuk selama pelaksanaan dengan menggergaji seperempat sampai sepertiga tebal pelat perkerasan untuk membuat perlemahan pada pelat didaerah tersebut. Retak akan terus menjalar melalui tebal pelat yang tidak digergaji ketika perkerasan mengalami penyusutan. Permukaan bidang retak ini akan kasar, sebab retak itu menjalar sekitar agregat melalui pasta atau mortar semen, dan selama retak tersebut tetap sempit, maka sambungan bisa menyalurkan beban dari satu pelat ke pelat lainnya melalui bearing stress dari masing masing partikel agregat yang dilalui retakan tersebut. Penyaluran beban akan menyesuaikan jika bukaan sambungan terlalu lebar atau jika agregat mengalami keausan. Kualitas dan ketahanan erosi dari bahan yang mendukung pelat pada sambungan juga mempengaruhi penyaluran beban.
Ketika perkerasan memikul beban lalu lintas yang berat, khususnya pada kecepatan tinggi, agregat interlocking akan hancur seiring dengan seringnya lalu lintas lewat. Hal ini akan menyebabkan deformasi pada sambungan menjadi semakin besar, yang akhirnya menimbulkan faulting, dan kerusakan pada sambungan.

2. Perkerasan kaku bersambung dengan tulangan atau “jointed reinforced concrete pavement” (JRCP)
Perkerasan kaku bersambung dengan tulangan atau JRCP serupa dengan perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan (JPCP) kecuali ukuran pelat lebih panjang dan ada tambahan tulangan pada pelatnya. Jarak sambungan umumnya antara 7,5 m dan 12 m, meskipun ada juga yang jarak sambungannya sebesar 30 m.
Pada pelat dan jarak sambungan yang lebih panjang, ruji sangat disarankan karena bukaan sambungan akan menjadi lebih lebar dan agregat interlocking akan menjadi tidak efektif sebagai penyalur beban pada sambungan. Prosentase tulangan yang digunakan dalam arah memanjang umumnya antara 0,1% dan 0,2 % dari luas penampang melintang beton, sedangkan penulangan dalam arah melintang lebih kecil. Penulangan pada perkerasan kaku bersambung dengan tulangan bukan dimaksudkan untuk memikul beban secara struktural, tetapi untuk "memegang" retak agar tetap rapat, guna menjaga geser sepanjang bidang retakan sebagai penyalur beban tetap berfungsi. 
Perkerasan kaku bersambung dengan tulangan ini masih tetap menggunakan ruji. Selanjutnya karena panjang pelat lebih besar dari pada perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan, retak tetap terjadi pada interval yang sama, karena itu perkerasan bersambung dengan tulangan masih mempunyai satu atau dua retakan pada pelatnya. 
Keuntungan dari perkerasan kaku bersambung dengan tulangan adalah jumlah sambungan yang lebih sedikit, tetapi biayanya lebih mahal karena adanya penggunaan tulangan serta kinerja sambungan yang kurang baik dan adanya retak pada pelat. Karena jarak antar sambungan yang lebih besar dari perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan, maka bukaan dan penutupan sambungan menjadi lebih lebar, serta ruji sebagai penyalur beban menjadi lebih rentan ketika sambungan terbuka lebih lebar. 

3. Perkerasan kaku menerus dengan tulangan atau “continuously reinforced concrete pavement” (CRCP)
Perkerasan kaku menerus dengan tulangan adalah pelat dengan jumlah tulangan yang cukup banyak tanpa sambungan susut. Jumlah tulangan yang digunakan pada arah memanjang umumnya antara 0,6 % dan 0,8 % dari luas penampang melintang beton, dan jumlah tulangan dalam arah melintang lebih kecil dari arah memanjang. Pengalaman menunjukkan jika jumlah tulangan yang digunakan pada perkerasan kaku menerus dengan tulangan lebih kecil dari 0,6 %, maka potensi terjadinya kerusakan punch out akan menjadi lebih besar. 
Retak rambut terjadi pada perkerasan kaku menerus dengan tulangan, tetapi bukan merupakan masalah bagi kinerjanya. Karakteristik retak terdiri dari beberapa retakkan, umumnya dengan jarak antara 0,6 m - 2,4 m. Retak-retak tersebut “dipegang” oleh tulangan yang ada sehingga agregat interlocking-nya
serta penyaluran gaya geser masih dapat terjadi. Jika interlocking geser agregat tidak dijaga, maka kerusakan "punch out" pada tepi perkerasan akan terjadi, yang merupakan tipikal kerusakan perkerasan kaku menerus dengan tulangan.
Perkerasan kaku menerus dengan tulangan memerlukan angker pada awal dan akhir dari perkerasan, untuk menahan ujung-ujung nya dari kontraksi akibat dari penyusutan, serta membantu perkembangan retak sesuai dengan yang diinginkan.
Perkerasan kaku menerus dengan tulangan ini akan memberikan kenyamanan berkendaraan yang lebih baik, karena permukaanya lebih rata, serta mempunyai umur yang lebih panjang dari tipe perkerasan lainnya. Kinerja CRCP sangat bangus saat umur perkerasan  antara 21 dan 30 tahun dan telah melayani lalu lintas berat, serta mempunyai kondisi sangat bagus sampai luar biasa dengan nilai serviceability 4 atau lebih. 
Biaya untuk perkerasan kaku menerus dengan tulangan lebih mahal dari perkerasan bersambung tanpa tulangan atau perkerasan bersambung dengan tulangan, disebabkan oleh jumlah tulangan yang digunakan cukup banyak. Akan tetapi perkerasan kaku menerus dengan tulangan telah terbukti mempunyai pembiayaan yang efektif pada jalan dengan lalu lintas yang tinggi, disebabkanoleh kinerja jangka panjangnya yang lebih baik dibandingkan dengan jenis perkerasan kaku lainnya.

=========== Perbandingan JPCP, JRCP, dan CRCP ==============
Design Challenge JPCP     JRCP     CRCP
Transverse Joint Spacing 13-18 ft     22-100+ ft     N/A
Transverse Crack Spacing N/A     15-20 ft     2-6 ft
Shrinkage Accounted for by Jointing     Cracking     Cracking
Reinforcing Steel N/A     0.06-0.25%     0.6-0.85%
Expansion Joints Used No     Sometimes     Maybe
Tie bars Used in Longitudinal Joints Yes     Yes     Yes
Longitudinal Joint Spacing 12-14 ft     12-14 ft     12-14 ft
AASHTO 62-93 Design Yes     Yes     Yes
AASHTOWare Pavement ME Design Yes     No     Yes
ACPA StreetPave Yes     No     Yes

4. Perkerasan beton semen 'prategang' atau “prestressed concrete pavement”
Potensi dari perkerasan kaku prategang, berkaitan dengan dua hal, yaitu:
  • Penggunaan bahan yang lebih efisien 
  • Sambungan yang di butuhkan menjadi lebih sedikit dan kemungkinan terjadinya retak akan lebih kecil, sehingga biaya pemeliharaan lebih sedikit dan umur perkerasan akan lebih lama.
Pada perkerasan kaku konvensional, tegangan akibat beban roda dibatasi oleh kuat tarik lentur dari beton, jadi tebal perkerasan ditentukan oleh tegangan tarik yang terjadi akibat beban roda tidak melampaui kuat tarik lentur dari beton. Pada jenis perkerasan kaku konvensional, beton antara serat atas dan serat bawah dari pelat tidak dimaksimalkan untuk menahan tegangan akibat beban roda, yang hasilnya penggunaan bahan konstruksi tersebut tidak efisien.
Sedangkan pada perkerasan beton prategang, kuat tarik lentur beton ditingkatkan dengan memberikan tegangan tekan dan tidak dibatasi lagi oleh kuat tarik lentur betonnya. Dengan demikian tebal perkerasan kaku yang dibutuhkan untuk beban tertentu akan lebih tipis dari tebal perkerasan kaku konvensional. Perkerasan kaku jenis prategang, yang umum dilaksanakan, mempunyai ukuran panjang pelat sekitar 130 m. Tetapi di Amerika telah dibangun dengan panjang pelat 230 m, dan di Eropa dengan panjang pelat lebih dari 300 m. Tebal perkerasan kaku prategang sekitar 40% sampai 50% dari tebal perkerasan kaku konvensional.

5. Perkerasan beton semen pracetak (dengan dan tanpa prategang)
Perkerasan kaku pracetak dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:
a. Perkerasan kaku pracetak tanpa prategang
b. Perkerasan kaku pracetak dengan prategang
Pada perkerasan kaku pracetak prategang ini, ada tiga tipe jenis pelat yang digunakan, yaitu:
  • joint panel, terletak di ujung-ujung dari masing-masing bagian rangkaian pelat pratekan dan mempunyai ruji pada sambungannya untuk mengakomodir pergerakan horizontal pelat
  • central panel, terletak ditengah-tengah dari rangkaian pelat dan terdapat lubang (pocket) untuk penempatan ujung-ujung posttensional strand base panel, pelat-pelat yang dominan membentuk suatu sistem perkerasan, yang diletakan diantara joint panel dan central panel.
Dalam pelaksanaannya, pada suatu tahapan kegiatan, harus dilaksanakan paling sedikit satu segmen yang mencakup susunan pelat dari joint panel ke joint panel berikutnya. Pelat-pelat tersebut diletakkan di atas lapisan pondasi yang sudah siap dan rata, sedangkan pelat-pelat tersebut pada kedua sisinya dilengkapi dengan lidah - alur (shear key) yang mengontrol alinyemen vertikal selama pelaksanaan dan menjamin kenyamanan pengendara untuk mencegah terjadinya “faulting”.
Keuntungan dari perkerasan kaku pracetak ialah terjaganya kualitas beton tetap tinggi sesuai yang direncanakan, pengaruh akibat cuaca sangat kecil, dan selama pelaksanaan tidak terlalu menganggu lalu lintas. 

Comments

Popular posts from this blog

Metode Hydraulic Static Pile Driver (HSPD)

Hydraulic Static Pile Driver (HSPD) adalah suatu sistem pemancangan pondasi tiang yang dilakukan dengan Cara menekan tiang pancang masuk ke dalam tanah denganmenggunakan dongkrak hidraulis yang diberi beban berupa counterweight. Pada proses pemancangan tiang dengan menggunakan Hydraulic Static Pile Driver (HSPD), pelaksanaannya tidak menimbulkan getaran serta Gaya tekan dongkrak hidraulis langsung dapat dibaca melalui sebuah manometer sehingga besarnya Gaya tekan tiang setiap mencapai kedalaman tertentu dapat diketahui. Kapasitas alat pemancangan HSPD ini ada bermacam tipe yaitu 120 Ton, 320 Ton, 450 Ton, pemilihan alat disesuaikan dengan desain load / beban rencana tiang pancang. Untuk menghindari terjadinya penyimpangan prosedur kerja yang tak terkendali, maka prosedur kerja harus diikuti secara cermat. Oleh karena itu, segala perubahan atau penyesuaian yang dilakukan sebagai antisipasi atas kondisi lapangan hanya boleh dilaksanakan atas petunjuk dari site manager dan dengan persetuj

Pondasi Jalur atau Memanjang (Strip Foundations)

Pondasi jalur/ pondasi memanjang (kadang disebut juga pondasi menerus) adalah jenis pondasi yang digunakan untuk mendukung beban memanjang atau beban garis, baik untuk mendukung beban dinding atau beban kolom   dimana penempatan kolom   dalam jarak yang dekat dan fungsional kolom tidak terlalu mendukung beban berat sehingga pondasi tapak tidak terlalu dibutuhkan. Pondasi jalur/ pondasi memanjang biasanya dapat dibuat dalam bentuk memanjang dengan potongan persegi ataupun trapesium. Bisanya digunakan untuk pondasi dinding maupun kolom praktis. Bahan untuk pondasi ini dapat menggunakan pasangan patu pecah, batu kali, cor beton tanpa tulangan dan dapat juga menggunakan pasangan batu bata dengan catatan tidak mendukung beban struktural. Pondasi Jalur atau Pondasi Memanjang Pondasi ini digunakan pada bangunan sederhana yang kondisi tanah aslinya cukup baik. Biasanya kedalaman pondasi ini antara 60 - 80 cm. Dengan lebar tapak sama dengan tingginya. Kebutuhan bahan baku untuk pondasi in

Pondasi Tiang Pancang dengan Drop Hammer

Dalam pembangunan sebuah gedung, pondasi adalah salah satu bagian terpenting untuk  menopang bangunan di atas tanah. Untuk pemasangan pondasi pada bangunan sederhana tidak memerlukan alat bantu, tetapi untuk pemasangan pondasi pada bangunan pencakar langit yang biasanya menggunakan pondasi tiang pancang maka diperlukan alat bantu. Alat bantu tersebut berupa alat pemukul yang dapat berupa pemukul (hammer) mesin uap, pemukul getar, atau pemukul yang hanya dijatuhkan. Alat pemukul yang berupa pemukul yang hanya dijatuhkan disebut dengan drop hammer atau pemukul jatuh. Drop hammer merupakan pemukul jatuh yang terdiri dari balok pemberat yang dijatuhkan dari atas. Cara kerja drop hammer adalah penumbuk (hammer) ditarik ke atas dengan kabel dan kerekan sampai mencapai tinggi jatuh tertentu, kemudian penumbuk (hammer) tersebut jatuh bebas menimpa kepala tiang pancang . Untuk menghindari kerusakan pada tiang pancang maka pada kepala tiang dipasang topi/ cap (shock absorber), cap ini biasanya

Metode Pelaksanaan Pekerjaan Tulangan Struktur

Secara umum, pekerjaan pembesian merupakan bagian dari pekerjaan struktur. Pekerjaan ini memegang peranan penting dari aspek kualitas pelaksanaan mengingat fungsi besi tulangan penting dalam kekuatan struktur gedung. Berikut adalah metode pelaksanaan pekerjaan pembesian mulai dari tahap penyimpanan hingga pemasangan tulangan. Pengadaan Material Baja Tulangan Material yang digunakan untuk pekerjaan pembesian gedung pada umumnya adalah baja tulangan ulir. Material berasal dari supplier dan diangkut ke lokasi proyek menggunakan truk. Material yang telah sampai ke lokasi proyek akan diuji terlebih dahulu untuk memeriksa mutu dan kualitas seperti yang sudah ditetapkan. Pengujian yang dilakukan pada umumnya adalah tes tarik, tes tekuk, dan tes tekan. Sampel diambil secara acak untuk setiap beberapa ton baja ntuk masing-masing diameter dengan panjang masing-masing 1 meter. Apabila mutunya sesuai dengan spesifikasi, maka material baja tulangan akan disimpan. Jika tidak sesuai,

Rasio Beton dan Besi

Rasio Beton (n) adalah sebagai berikut: - Plat 0,12 - Kolom 0,07 - 0,08 - Balok 0,1 - Total 0,3 - Konstruksi Khusus 0,4 Beton (m3) = Luas (m2)* n (m) Rasio Besi (m) adalah sebagai berikut: - Kolom 150 - 200 kg/m3 - Balok 100 - 150 kg/m3 - Pelat = 80 - 100 kg/m3 - Pilecap = 80 -120 kg/m3 - Raft = 90 - 120 kg/m3 Rasio hanya sebagai referensi, nilai tidak mutlak

Sistem Plumbing dan Sanitasi

PLAMBING : untuk air bersih SANITASI : untuk pembuangan (cair dan padat) PLAMBING : penyediaan air bersih yang dikehendaki dengan tekanan dan debit yang cukup SANITASI : membuang atau pengeluaran air kotor dari tempat tertentu tanpa mencemarkan bagian lainnya. PERALATAN SANITER : SHAFT : lubang di lantai yang digunakan untuk saluran - saluran vertikal LAVATORI : wastafel URINAL : pembuangan air kencing pria BIDET : pembuangan air kencing wanita FLOOR DRAIN : pembuangan air di kamar mandi PIPA AIR BERSIH harus diisi penuh dengan air. PIPA SANITASI digunakan hanya separuh dari pipa. JENIS DAN PERALATAN PLAMBING : 1. Peralatan Air Minum 2. Peralatan Air Panas 3. Peralatan Pembuangan dan Vent 4. Peralatan Saniter ( Plumbing Fixture) : Peralatan Pemadam Kebakaran Peralatan Pengolahan Air Kotor Peralatan Penyediaan Gas Peralatan Dapur Besar Peralatan Pencucian (laundry) Peralatan Air Pendingin (CHILER) dan berbagai pipa i

Penentuan Berat Hammer untuk Tiang Pancang

Lanjutan dari Pondasi Tiang Pancang dengan Drop Hammer Hal yang perlu diperhatikan untuk penentuan berat Hammer: 1) Untuk tiang pancang beton precast yang berat ke dalam lapisan tanah yang padat seperti pada stiff clay, compact gravel dan sebagainya maka akan sesuai bila dipilih alat pancang yang mempunyai : - Berat penumbuk (hammer) yang besar. - Tinggi jatuh pendek. - Kecepatan hammer yang rendah pada saat hammer menimpa tiang pancang. Type alat pancang yang sesuai dengan pekerjaan ini adalah type Single – Acting Hammer. Dengan keadaan alat pancang tersebut akan diperoleh lebih banyak energi yang disalurkan pada penurunan tiang pancang dan mengurangi kerusakan-kerusakan pada kepala tiang pancang akibat pemancangan.  2) Untuk tiang pancang yang ringan atau tiang pipa dan baja yang berbentuk pipa tipis sering terjadi pipa tersebut rusak sebelum mencapai kedalaman yang direncankan sehingga pada tanah padat akan sesuai bila dipergunakan alat pancang yang mempun