Struktur Perkerasan Jalur Kereta Api Skip to main content

Struktur Perkerasan Jalur Kereta Api

Pembangunan jalur rel kereta api berbeda dengan jalan pada umumnya. Jika struktur jalan raya menggunakan material pokok berupa aspal, maka Jalur kereta api menggunakan rel sebagai komponen utama.

Cakupan Prasarana Kereta Api
Berdasarkan UU No.13 Tahun 1992 yang tertuang dalam Bab I Pasal 1 ayat 7, prasarana kereta api adalah jalur dan stasiun kereta api termasuk fasilitas yang diperlukan agar sarana kereta api dapat dioperasikan. Fasilitas penunjang kereta api adalah segala sesuatu yang melengkapi penyelenggaraan angkutan kereta api yang dapat memberikan kemudahan serta kenyamanan bagi pengguna jasa angkutan kereta api. Prasarana kereta api lebih terperinci lagi dapat digolongkan sebagai:
  1. Jalur atau jalan rel,
  2. Bangunan stasiun,
  3. Jembatan,
  4. Sinyal dan telekomunikasi.
Untuk kajian di bidang ketekniksipilan, lebih banyak terfokus kepada prasarana kereta api pada pembangunan jalur atau jalan rel, bangunan stasiun dan jembatan. Meskipun demikuan, dalam lingkup kajian prasarana transportasi disini, pembahasan materi studi lebih ditumpukan kepada perencanaan, pembangunan dan pemeliharaan prasarana jalur dan jalan rel.

Definisi Struktur Jalan Rel
Struktur jalan rel merupakan suatu konstruksi yang direncanakan sebagai prasarana atau infrastruktur perjalanan kereta api.
Secara konstruksi, jalan rel dibagi dalam dua bentuk konstruksi, yaitu:
  • Jalan rel dalam konstruksi timbunan, jalan rel dalam konstruksi timbunan biasanya terdapat pada daerah persawahan atau daerah rawa
  • Jalan rel dalam konstruksi galian, umumnya terdapat pada medan pegunungan.

Komponen Struktur Jalan Rel
Struktur jalan rel dibagi ke dalam dua bagian struktur yang terdiri dari kumpulan komponen-komponen jalan rel yaitu:
  1. Struktur bagian atas, atau dikenal sebagai superstructure yang terdiri dari komponen-komponen seperti rel (rail), penambat (fastening) dan bantalan (sleeper, tie).
  2. Struktur bagian bawah, atau dikenali sebagai substructure, yang terdiri dari komponen balas (ballast), subbalas (subballast), tanah dasar (improve subgrade) dan tanah asli (natural ground). Tanah dasar merupakan lapisan tanah di bawah subbalas yang berasal dari tanah asli tempatan atau tanah yang didatangkan (jika kondisi tanah asli tidak baik), dan telah mendapatkan perlakuan pemadatan (compaction) atau diberikan perlakuan khusus (treatment). Pada kondisi tertentu, balas juga dapat disusun dalam dua lapisan, yaitu : balas atas (top ballast) dan balas bawah (bottom ballast).
Struktur Jalan Rel Beserta Sistem Komponen Penyusunnya
1. Timbunan Tanah / Tanah Dasar (Subgrade)
Jalur Kereta api disyaratkan tidak memiliki Tingkat kelandaian lebih dari 25 permil. Itulah sebabnya konstruksi jalur rel kereta api memerlukan timbunan tanah atau galian tanah.  Lapisan timbunan tanah ini harus memiliki tingkat kepadatan yang diisyaratkan dengan tinggi timbunan menyesuaikan elevasi rencana top rail. Biasanya kemiringan timbunan tanah menggunakan perbandingan 1:1,5 atau 1:2 tergantung desain. Setiap tinggi 5 m diberi bordes datar 1-2 m. 

2. Lapisan Pondasi Bawah atau Lapisan Subbalas (Subballast)
Lapisan diantara lapisan balas dan lapisan tanah dasar adalah lapisan subbalast. Lapisan ini berfungsi sebagaimana lapisan balasr, diantaranya mengurangi tekanan di bawah balas sehingga dapat didistribusikan kepada lapisan tanah dasar sesuai dengan tingkatannya. Tebal minimum subbalas adalah 150 mm. 

3. Lapisan Fondasi Atas atau Lapisan Balas (Ballast)
Konstruksi lapisan balas terdiri dari material granular/butiran dan diletakkan sebagai lapisan permukaan (atas) dari konstruksi substruktur. Material balas yang baik berasal dari batuan yang bersudut, pecah, keras, bergradasi yang sama, bebas dari debu dan kotoran dan tidak pipih (prone). Meskipun demikian, pada kenyataannya, klasifikasi butiran di atas sukar untuk diperoleh/dipertahankan, oleh yang demikian, permasalahan pemilihan material balas yang ekonomis dan memungkinkan secara teknis masih mendapat perhatian dalam kajian dan penelitian. Lapisan balas berfungsi untuk menahan gaya vertikal (cabut/uplift), lateral dan longitudinal yang dibebankan kepada bantalan sehingga bantalan dapat mempertahankan jalan rel pada posisi yang disyaratkan.

4. Bantalan (Sleeper)
Bantalan rel (sleepers) dipasang sebagai landasan dimana batang rel diletakkan dan ditambatkan. Berfungsi untuk 
  1. Meletakkan dan menambat batang rel, 
  2. Menjaga kelebaran trek (track gauge, adalah ukuran lebar trek, rel Indonesia memiliki track gauge 1067 mm) agar selalu konstan, dengan kata lain agar batang rel tidak meregang atau menyempit, 
  3. Menumpu batang rel agar tidak melengkung ke bawah saat dilewati rangkaian KA, sekaligus 
  4. Mentransfer axle load yang diterima dari batang rel dan plat landas untuk disebarkan ke lapisan batu ballast di bawahnya.
Ada tiga jenis bantalan, yakni :
  • Bantalan Kayu (Timber Sleepers)
  • Bantalan Plat Besi (Steel Sleepers)
  • Bantalan Beton Bertulang (Concrete Sleepers)
Saat ini bantalan banyak menggunakan struktur beton. Berbeda dengan masa lampau masih menggunakan kayu sebagai bantalan. Bantalan dipasang diatas Balas secara melintang dengan jarak sekitar 0,6 m antar bantalan. Mutu beton yang digunakan cukup tinggi antara K350 atau K400. Di dalam bantalan diberi tulangan prategang. struktur bantalan ini disebut juga Pre-Tension Concrete Sleeper.

5. Penambat (Fastening System)
Untuk menghubungkan diantara bantalan dengan rel digunakan suatu sistem penambat yang jenis dan bentuknya bervariasi sesuai dengan jenis bantalan yang digunakan serta klasifikasi jalan rel yang harus dilayani.

6. Plat Landas
Pada bantalan kayu maupun besi, di antara batang rel dengan bantalan dipasangi Tie Plate (plat landas), semacam plat tipis berbahan besi tempat diletakkannya batang rel sekaligus sebagai lubang tempat dipasangnya Penambat (Spike). 
Sedangkan pada bantalan beton, dipasangi Rubber Pad, sama seperti Tie Plate, tapi berbahan plastik atau karet dan fungsinya hanya sebagai landasan rel, sedangkan lubang/tempat dipasangnya penambat umumnya terpisah dari rubber pad karena telah melekat pada beton. 
Fungsi plat landas selain sebagai tempat perletakan batang rel dan juga lubang penambat, juga untuk melindungi permukaan bantalan dari kerusakan karena tindihan batang rel, dan sekaligus untuk mentransfer axle load yang diterima dari rel di atasnya ke bantalan yang ada tepat dibawahnya.

7. Plat Penyambung Rel
Merupakan plat besi dengan panjang sekitar 50-60 cm, yang berfungsi untuk menyambung dua segmen/potongan batang rel. Pada plat tersebut terdapat 4 atau 6 lubang untuk tempat skrup/baut (Bolt) penyambung serta mur-nya (Nut). 
Batang rel biasanya hanya memiliki panjang sekitar 20-25 meter tiap potongnya, sehingga perlu komponen penyambung berupa plat besi penyambung beserta bautnya. 
Pada setiap sambungan rel, terdapat celah pemuaian (Expansion Space), Penyambungan rel menggunakan komponen komponen di atas dikenal sebagai Metode Sambungan Tradisional (Conventional Jointed Rails).
Sedangkan dewasa ini telah dikenal metode penyambungan rel dengan Las Termit, yang disebut dengan Continuous Welded Rails (CWR). Dengan metode CWR, tiap 2 sampai 4 potong batang rel dapat dilas menjadi satu rel yang panjang tanpa diberi celah pemuaian, sehingga  tiap CWR memiliki panjang sekitar 40-100 m.

8. Rail Anchor
Satu lagi komponen trek rel KA yakni rail anchor (anti creep). Rail anchor digunakan pada rel yang disambung secara CWR. Fungsinya untuk menahan gerakan pemuaian batang rel, karena pada sambungan CWR tidak terdapat celah pemuaian. 
Rail anchor dipasang di bawah permukaan batang rel tepat disamping bantalan agar dapat menahan gerakan pemuaian rel. Rail anchor tidak dipasang pada rel yang ditambat dengan penambat elastic, karena fungsinya sama seperti penambat elastis, yakni untuk mencegah gerakan pemuaian batang rel. Jadi, rail anchor dipasang bersama dengan penambat kaku pada bantalan kayu atau besi.

9. Rel (Rail)
Rel merupakan Salah satu komponen utama yang berkontak langsung dengan kereta. Terbuat dari material baja . Rel menopang langsung di atas bantalan yang diikat dengan penambat rel. Pada Umumnya lebar rel yang sering digunakan di Indonesia adalah 1067 mm dan 1435 mm.
Batang rel terbuat dari besi ataupun baja bertekanan tinggi, dan juga mengandung karbon, mangan, dan silikon. Batang rel khusus dibuat agar dapat menahan beban berat (axle load) dari rangkaian KA yang berjalan di atasnya. Inilah komponen yang pertama kalinya menerima transfer berat (axle load) dari rangkaian KA yang lewat. 
Tiap potongan (segmen) batang rel memiliki panjang 20-25 m untuk rel modern, sedangkan untuk rel lama panjangnya hanya 5-15 m tiap segmen. Batang rel dibedakan menjadi beberapa tipe berdasarkan berat batangan per meter panjangnya. Di Indonesia dikenal 4 macam batang rel, yakni R25, R33, R42, dan R54 yang menggambarkan berat dan ketebalan batang tersebut.

Kriteria Struktur Jalan Rel
1. Kekakuan (Stiffness)
Kekakuan struktur untuk menjaga deformasi vertikal dimana deformasi vertikal yang diakibatkan oleh distribusi beban lalu lintas kereta api merupakan indikator utama dari umur, kekuatan dan kualitas jalan rel. Deformasi vertikal yang berlebihan akan menyebabkan geometrik jalan rel tidak baik dan keausan yang besar diantara komponen-komponen struktur jalan rel.
 
2. Elastisitas (Elastic/Resilience)
Elastisitas diperlukan untuk kenyamanan perjalanan kereta api, menjaga patahnya as roda, meredam kejut, impact, getaran vertikal. Jika struktur jalan rel terlalu kaku, misalnya dengan pemakaian bantalan beton,maka untuk menjamin keelastikan struktur dapat menggunakan pelat karet (rubber pads) di bawah kaki rel.
 
3. Ketahanan terhadap Deformasi Tetap
Deformasi vertikal yang berlebihan akan cenderung menjadi deformasi tetap sehingga geometrik jalan rel (ketidakrataan vertikal, horisontal dan puntir) menjadi tidak baik, yang pada akhirnya kenyamanan dan keamanan terganggu.
 
4. Stabilitas
Jalan rel yang stabil dapat mempertahankan struktur jalan pada posisi yang tetap/semula (vertikal dan horisontal) setelah pembebanan terjadi. Untuk ini diperlukan balas dengan mutu dan kepadatan yang baik, bantalan dengan penambat yang selalu terikat dan drainasi yang baik.
 
5. Kemudahan untuk Pengaturan dan Pemeliharaan (Adjustability)
Jalan rel harus memiliki sifat dan kemudahan dalam pengaturan dan pemeliharaan sehingga dapat dikembalikan ke posisi geometrik dan struktur jalan rel yang benar jika terjadi perubahan geometri akibat beban yang berjalan.

Klasifikasi Jalan Rel Menurut PD.10 Tahun 1986
Secara umum jalan rel dibedakan menurut beberapa klasifikasi, antara lain:
1. Penggolongan menurut Lebar Sepur
Lebar sepur merupakan jarak terkecil diantara kedua sisi kepala rel, diukur pada daerah 0 – 14 mm di bawah permukaan teratas kepala rel.
Ukuran Lebar Sepur pada Struktur Jalan Rel
  • Sepur Standar (standard gauge), lebar sepur 1435 mm, digunakan di negara-negara Eropa, Turki, Iran, USA dan Jepang.
  • Sepur Lebar (broael gauge), lebar sepur > 1435 mm, digunakan pada negara Finlandia, Rusia (1524 mm), Spanyol, Pakistan, Portugal dan India (1676 mm).
  • Sepur Sempit (narrow gauge), lebar sepur < 1435 mm, digunakan di negara Indonesia, Amerika Latin, Jepang, Afrika Selatan (1067 mm), Malaysia, Birma, Thailand, dan Kamboja (1000 mm).
2. Penggolongan Kelas Jalan Rel Menurut Kecepatan Maksimum yang Diijinkan untuk Indonesia
  • Kelas Jalan I: 120 km/jam
  • Kelas Jalan II : 110 km/jam
  • Kelas Jalan III : 100 km/jam
  • Kelas Jalan IV : 90 km/jam
  • Kelas Jalan V : 80 km/jam
3. Penggolongan Kelas Jalan Rel Menurut Daya Lintas Kereta Api (juta ton/tahun) yang Diijinkan untuk Indonesia
Tabel Penggolongan Kelas Jalan Rel Menurut Daya Lintas Kereta Api (juta ton/tahun) yang diijinkan untuk Indonesia

4. Penggolongan Berdasarkan Kelandaian (Tanjakan) Jalan
  • Lintas Datar : kelandaian 0 – 10 ‰
  • Lintas Pegunungan : kelandaian 10 – 40 ‰
  • Lintas dengan rel gigi : kelandaian 40 – 80 ‰
  • Kelandaian di emplasemen : kelandaian 0 s.d. 1,5 ‰
5. Penggolongan Menurut Jumlah Jalur
  • Jalur Tunggal : jumlah jalur di lintas bebas hanya satu, diperuntukkan untuk melayani arus lalu lintas angkutan jalan rel dari 2 arah.
  • Jalur Ganda : jumlah jalur di lintas bebas > 1 ( 2 arah) dimana masing-masing jalur hanya diperuntukkan untuk melayani arus lalu lintas angkutan jalan rel dari 1 arah.


Comments

Popular posts from this blog

Metode Hydraulic Static Pile Driver (HSPD)

Hydraulic Static Pile Driver (HSPD) adalah suatu sistem pemancangan pondasi tiang yang dilakukan dengan Cara menekan tiang pancang masuk ke dalam tanah denganmenggunakan dongkrak hidraulis yang diberi beban berupa counterweight. Pada proses pemancangan tiang dengan menggunakan Hydraulic Static Pile Driver (HSPD), pelaksanaannya tidak menimbulkan getaran serta Gaya tekan dongkrak hidraulis langsung dapat dibaca melalui sebuah manometer sehingga besarnya Gaya tekan tiang setiap mencapai kedalaman tertentu dapat diketahui. Kapasitas alat pemancangan HSPD ini ada bermacam tipe yaitu 120 Ton, 320 Ton, 450 Ton, pemilihan alat disesuaikan dengan desain load / beban rencana tiang pancang. Untuk menghindari terjadinya penyimpangan prosedur kerja yang tak terkendali, maka prosedur kerja harus diikuti secara cermat. Oleh karena itu, segala perubahan atau penyesuaian yang dilakukan sebagai antisipasi atas kondisi lapangan hanya boleh dilaksanakan atas petunjuk dari site manager dan dengan persetuj

Pondasi Jalur atau Memanjang (Strip Foundations)

Pondasi jalur/ pondasi memanjang (kadang disebut juga pondasi menerus) adalah jenis pondasi yang digunakan untuk mendukung beban memanjang atau beban garis, baik untuk mendukung beban dinding atau beban kolom   dimana penempatan kolom   dalam jarak yang dekat dan fungsional kolom tidak terlalu mendukung beban berat sehingga pondasi tapak tidak terlalu dibutuhkan. Pondasi jalur/ pondasi memanjang biasanya dapat dibuat dalam bentuk memanjang dengan potongan persegi ataupun trapesium. Bisanya digunakan untuk pondasi dinding maupun kolom praktis. Bahan untuk pondasi ini dapat menggunakan pasangan patu pecah, batu kali, cor beton tanpa tulangan dan dapat juga menggunakan pasangan batu bata dengan catatan tidak mendukung beban struktural. Pondasi Jalur atau Pondasi Memanjang Pondasi ini digunakan pada bangunan sederhana yang kondisi tanah aslinya cukup baik. Biasanya kedalaman pondasi ini antara 60 - 80 cm. Dengan lebar tapak sama dengan tingginya. Kebutuhan bahan baku untuk pondasi in

Pondasi Tiang Pancang dengan Drop Hammer

Dalam pembangunan sebuah gedung, pondasi adalah salah satu bagian terpenting untuk  menopang bangunan di atas tanah. Untuk pemasangan pondasi pada bangunan sederhana tidak memerlukan alat bantu, tetapi untuk pemasangan pondasi pada bangunan pencakar langit yang biasanya menggunakan pondasi tiang pancang maka diperlukan alat bantu. Alat bantu tersebut berupa alat pemukul yang dapat berupa pemukul (hammer) mesin uap, pemukul getar, atau pemukul yang hanya dijatuhkan. Alat pemukul yang berupa pemukul yang hanya dijatuhkan disebut dengan drop hammer atau pemukul jatuh. Drop hammer merupakan pemukul jatuh yang terdiri dari balok pemberat yang dijatuhkan dari atas. Cara kerja drop hammer adalah penumbuk (hammer) ditarik ke atas dengan kabel dan kerekan sampai mencapai tinggi jatuh tertentu, kemudian penumbuk (hammer) tersebut jatuh bebas menimpa kepala tiang pancang . Untuk menghindari kerusakan pada tiang pancang maka pada kepala tiang dipasang topi/ cap (shock absorber), cap ini biasanya

Metode Pelaksanaan Pekerjaan Tulangan Struktur

Secara umum, pekerjaan pembesian merupakan bagian dari pekerjaan struktur. Pekerjaan ini memegang peranan penting dari aspek kualitas pelaksanaan mengingat fungsi besi tulangan penting dalam kekuatan struktur gedung. Berikut adalah metode pelaksanaan pekerjaan pembesian mulai dari tahap penyimpanan hingga pemasangan tulangan. Pengadaan Material Baja Tulangan Material yang digunakan untuk pekerjaan pembesian gedung pada umumnya adalah baja tulangan ulir. Material berasal dari supplier dan diangkut ke lokasi proyek menggunakan truk. Material yang telah sampai ke lokasi proyek akan diuji terlebih dahulu untuk memeriksa mutu dan kualitas seperti yang sudah ditetapkan. Pengujian yang dilakukan pada umumnya adalah tes tarik, tes tekuk, dan tes tekan. Sampel diambil secara acak untuk setiap beberapa ton baja ntuk masing-masing diameter dengan panjang masing-masing 1 meter. Apabila mutunya sesuai dengan spesifikasi, maka material baja tulangan akan disimpan. Jika tidak sesuai,

Rasio Beton dan Besi

Rasio Beton (n) adalah sebagai berikut: - Plat 0,12 - Kolom 0,07 - 0,08 - Balok 0,1 - Total 0,3 - Konstruksi Khusus 0,4 Beton (m3) = Luas (m2)* n (m) Rasio Besi (m) adalah sebagai berikut: - Kolom 150 - 200 kg/m3 - Balok 100 - 150 kg/m3 - Pelat = 80 - 100 kg/m3 - Pilecap = 80 -120 kg/m3 - Raft = 90 - 120 kg/m3 Rasio hanya sebagai referensi, nilai tidak mutlak

Sistem Plumbing dan Sanitasi

PLAMBING : untuk air bersih SANITASI : untuk pembuangan (cair dan padat) PLAMBING : penyediaan air bersih yang dikehendaki dengan tekanan dan debit yang cukup SANITASI : membuang atau pengeluaran air kotor dari tempat tertentu tanpa mencemarkan bagian lainnya. PERALATAN SANITER : SHAFT : lubang di lantai yang digunakan untuk saluran - saluran vertikal LAVATORI : wastafel URINAL : pembuangan air kencing pria BIDET : pembuangan air kencing wanita FLOOR DRAIN : pembuangan air di kamar mandi PIPA AIR BERSIH harus diisi penuh dengan air. PIPA SANITASI digunakan hanya separuh dari pipa. JENIS DAN PERALATAN PLAMBING : 1. Peralatan Air Minum 2. Peralatan Air Panas 3. Peralatan Pembuangan dan Vent 4. Peralatan Saniter ( Plumbing Fixture) : Peralatan Pemadam Kebakaran Peralatan Pengolahan Air Kotor Peralatan Penyediaan Gas Peralatan Dapur Besar Peralatan Pencucian (laundry) Peralatan Air Pendingin (CHILER) dan berbagai pipa i

Penentuan Berat Hammer untuk Tiang Pancang

Lanjutan dari Pondasi Tiang Pancang dengan Drop Hammer Hal yang perlu diperhatikan untuk penentuan berat Hammer: 1) Untuk tiang pancang beton precast yang berat ke dalam lapisan tanah yang padat seperti pada stiff clay, compact gravel dan sebagainya maka akan sesuai bila dipilih alat pancang yang mempunyai : - Berat penumbuk (hammer) yang besar. - Tinggi jatuh pendek. - Kecepatan hammer yang rendah pada saat hammer menimpa tiang pancang. Type alat pancang yang sesuai dengan pekerjaan ini adalah type Single – Acting Hammer. Dengan keadaan alat pancang tersebut akan diperoleh lebih banyak energi yang disalurkan pada penurunan tiang pancang dan mengurangi kerusakan-kerusakan pada kepala tiang pancang akibat pemancangan.  2) Untuk tiang pancang yang ringan atau tiang pipa dan baja yang berbentuk pipa tipis sering terjadi pipa tersebut rusak sebelum mencapai kedalaman yang direncankan sehingga pada tanah padat akan sesuai bila dipergunakan alat pancang yang mempun