Antioksidan
Antioksidan atau reduktor berfungsi untuk mencegah terjadinya oksidasi atau menetralkan senyawa yang telah teroksidasi, dengan cara menyumbangkan hidrogen dan atau elektron (Silalahi, 2006). Di dalam tubuh terdapat mekanisme antioksidan atau anti radikal bebas secara endogenik (Dyatmiko et al., 2000) dimana radikal bebas yang terbentuk akan dinetralkan oleh elaborasi sistem pertahanan antara antioksidan enzim-enzim seperti katalase, superoksid dismutase (SOD), glutation peroxidase dan sejumlah anti oksidan non enzim termasuk diantaranya vitamin A, E dan C, glutatione, ubiquinone dan flavonoid (Christopher,2004; Urso, 2003; Lekhi, 2007).
Antioksidan enzimatik disebut juga antioksidan pencegah, terdiri dari superoksid dismutase, katalase, dan glutathione peroxidase. Antioksidan nonenzimatik disebut juga antioksidan pemecah rantai. Antioksidan pemecah rantai terdiri dari vitamin C, vitamin E, dan beta karoten (Chevion, 2003; Ji, 1999). Sistem pertahanan ini bekerja dengan beberapa cara antara lain berinteraksi langsung dengan radikal bebas, oksidan, atau oksigen tunggal, mencegah pembentukan senyawa oksigen reaktif, atau mengubah senyawa reaktif menjadi kurang reaktif (Winarsi, 2007).
Latihan fisik yang dapat meningkatkan sistem antioksidan adalah latihan fisik dengan intensitas rendah dan intensitas sedang, karena aktifitas fisik pada tingkat ini mengacu pada program aktifitas fisik yang dirancang untuk meminimalkan pengeluaran radikal bebas (Cooper, 2000).
Antioksidant Enzimatik dan Nonezimatik
Antioksidan atau reduktor berfungsi untuk mencegah terjadinya oksidasi atau menetralkan senyawa yang telah teroksidasi, dengan cara menyumbangkan hidrogen dan atau elektron (Silalahi, 2006). Di dalam tubuh terdapat mekanisme antioksidan atau anti radikal bebas secara endogenik (Dyatmiko et al., 2000) dimana radikal bebas yang terbentuk akan dinetralkan oleh elaborasi sistem pertahanan antara antioksidan enzim-enzim seperti katalase, superoksid dismutase (SOD), glutation peroxidase dan sejumlah anti oksidan non enzim termasuk diantaranya vitamin A, E dan C, glutatione, ubiquinone dan flavonoid (Christopher,2004; Urso, 2003; Lekhi, 2007).
Antioksidan enzimatik disebut juga antioksidan pencegah, terdiri dari superoksid dismutase, katalase, dan glutathione peroxidase. Antioksidan nonenzimatik disebut juga antioksidan pemecah rantai. Antioksidan pemecah rantai terdiri dari vitamin C, vitamin E, dan beta karoten (Chevion, 2003; Ji, 1999). Sistem pertahanan ini bekerja dengan beberapa cara antara lain berinteraksi langsung dengan radikal bebas, oksidan, atau oksigen tunggal, mencegah pembentukan senyawa oksigen reaktif, atau mengubah senyawa reaktif menjadi kurang reaktif (Winarsi, 2007).
Latihan fisik yang dapat meningkatkan sistem antioksidan adalah latihan fisik dengan intensitas rendah dan intensitas sedang, karena aktifitas fisik pada tingkat ini mengacu pada program aktifitas fisik yang dirancang untuk meminimalkan pengeluaran radikal bebas (Cooper, 2000).
Antioksidant Enzimatik dan Nonezimatik
Secara alamiah di dalam sel terdapat berbagai antioksidan baik enzimatik maupun nonezimatik yang berfungsi sebagai pertahanan bagi organel-organel sel dari pengaruh kerusakan akibat reaksi radikal bebas (Evans, 2000., Marciniak et al., 2009). Antioksidan enzimatik disebut juga antioksidan pencegah, terdiri dari superoksid dismutase (SOD), katalase, dan glutathione peroxidase. Antioksidan nonenzimatik disebut juga antioksidan pemecah rantai yang dari vitamin C, vitamin E, dan beta karoten (Chevion, 2003; Ji, 1999). Antioksidan biologi ini memainkan peran penting melindungi sel akibat pengaruh stress oksidatif yang dipicu oleh latihan.
Sistem Pertahanan Antioksidan dan Stres Oksidatif
Radikal bebas dan senyawa oksigen reaktif yang diproduksi dalam jumlah yang normal, penting untuk fungsi biologis, seperti sel darah putih yang menghasilkan H2O2 untuk membunuh beberapa jenis bakteri dan jamur serta pengaturan pertumbuhan sel, namun ia tidak menyerang sasaran spesifik, sehingga ia juga akan menyerang asam lemak tidak jenuh ganda dari membran sel, organel sel, atau DNA, sehingga dapat menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi sel (Winarsi, 2007).
Namun tubuh diperlengkapi oleh seperangkat sistem pertahanan untuk menangkal serangan radikal bebas atau oksidan sehingga dapat membatasi kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Sistem pertahanan antioksidan ini antara lain adalah enzim Superoxide Dismutase (SOD) yang terdapat di mitokondria dan sitosol, Glutathione Peroxidase (GPX), Glutathione reductase, dan catalase (Jackson, 2005, Singh, 1992).
Selain itu terdapat juga sistem pertahanan atau antioksidan yang berupa mikronutrien yaitu β-karoten, vitamin C dan vitamin E (Hariyatmi, 2004). Sistem pertahanan ini bekerja dengan
beberapa cara antara lain berinteraksi langsung dengan radikal bebas, oksidan, atau oksigen tunggal, mencegah pembentukan senyawa oksigen reaktif, atau mengubah senyawa reaktif menjadi kurang reaktif (Winarsi, 2007).
Namun dalam keadaan tertentu, produksi radikal bebas atau senyawa oksigen reaktif melebihi sistem pertahanan tubuh, kondisi yang disebut sebagai stres oksidatif (Agarwal et al., 2005). Pada kondisi stres oksidatif, imbangan normal antara produksi radikal bebas atau senyawa oksigen reaktif dengan kemampuan antioksidan alami tubuh untuk mengeliminasinya mengalami gangguan sehingga menggoyahkan rantai reduksi-oksidasi normal, sehingga menyebabkan kerusakan oksidatif jaringan. Kerusakan jaringan ini juga tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
- target molekuler
- tingkat stres yang terjadi
- mekanisme yang terlibat
- waktu dan sifat alami dari sistem yang diserang
(Winarsi, 2007)
source:
ROS - USU Repository
Sinaga, Fajar. Stress Oksidatif da Status Antioksidan pada Aktivitas Fisik Maksimal. 2016
source:
ROS - USU Repository
Sinaga, Fajar. Stress Oksidatif da Status Antioksidan pada Aktivitas Fisik Maksimal. 2016
Comments
Post a Comment