Produksi Radikal Bebas Akibat Latihan Fisik
Beberapa hasil studi melaporkan bahwa aktifitas fisik aerobik akut berkontribusi terhadap stress oksidatif khususnya ketika latihan dengan intensitas tinggi. Dua mekanisme yang menyebabkan stress oksidatif pada latihan aerobik dengan intensitas tinggi adalah meningkatnya pro-oksidan melalui efek peningkatan konsumsi oksigen yang meningkat 10 sampai 15 kali dibandingkan pada saat istirahat dan antioksidan yang relatif tidak mencukupi dibandingkan pro-oksidan (Alessio et al, 2000). Sementara itu menurut Ji (1999), selama aktifitas fisik maksimal konsumsi oksigen seluruh tubuh meningkat sampai 20 kali, sedangkan konsumsi oksigen pada serabut otot diperkirakan meningkat sampai 100 kali lipat. Hal yang hampir sama juga dilaporkan oleh (Chevion et al., 2003) yang menyatakan selama melakukan latihan fisik maksimal, konsumsi oksigen tubuh meningkat dengan cepat. Penggunaan oksigen oleh otot selama latihan fisik maksimal dapat meningkat sekitar 100–200 kali dibandingkan saat istirahat (Chevion et al., 2003).
Berbagai efek yang dapat ditimbulkan diantaranya adalah:
- radikal bebas berkontribusi terhadap kelelahan otot (Barclay dan Hansel, 1991),
- terjadi defisiensi antioksidan di dalam tubuh yang dapat mengurangi daya tahan (endurance) selama aktifitas fisik yang melelahkan (Coombes et al, 2002)
- penurunan imunitas (Niemann, 2005)
- dan berbagai efek lainnya.
Radikal bebas dapat terbentuk selama dan setelah latihan oleh otot yang berkontraksi serta jaringan yang mengalami iskemik-reperfusi (Chevion et al.,2003). Pembentukan radikal bebas terutama dihasilkan oleh otot rangka yang berkontraksi (Powers and Jackson, 2008). Selama melakukan latihan fisik maksimal, konsumsi oksigen tubuh meningkat dengan cepat. Saat fosforilasi oksidatif di dalam mitokondria, oksigen direduksi oleh sistem transport elektron mitokondria untuk membentuk adenosin trifosfat (ATP) dan air. Selama proses fosforilasi oksidatif ini sekitar 2% molekul oksigen dapat berikatan dengan elektron tunggal yang bocor dari karier elektron pada rantai pernafasan, sehingga membentuk radikal superoksida (O2.). Radikal superoksida yang terbentuk ini akan membentuk hidrogen peroksida (H2O2) dan hidroksil reaktif (OH.) dengan cara berinteraksi dengan logam transisi reaktif seperti tembaga dan besi (Singh, 1992).
Secara lengkap proses reduksi oksigen diperlihatkan pada reaksi berikut ini: (Clarkson and Thompson, 2000):
Jalur Produksi Oksidan
Sejumlah jalur potensial yang berhubungan dengan produksi oksidan telah dijelaskan oleh (Deaton dan Marlin, 2003) adalah sebagai berikut:
- Konsumsi oksigen meningkat beberapa kali lipat akibat berolahraga. Kebocoran elektron pada rantai transfer elektron di mitokondria akan menghasilkan anion superoksida.
- Enzim Xanthine dehidrogenase akan mengoksidasi hipoksantin menjadi xanthine dan selanjutnya xanthine membentuk asam urat menggunakan NAD+ sebagai akseptor elektron membentuk NADH. Selama iskemia, pada otot aktif xanthine akan diubah menjadi xanthine oksidase melalui metabolisme anaerobik oleh ATP dan enzim dehidrogenase ATP. Selama reperfusi, dengan hasil peningkatan beban oksigen, xanthine oxidase mengkonversi hipoksantin menjadi asam urat, tetapi menggunakan oksigen sebagai akseptor elektron membentuk superoksida.
- Kerusakan jaringan akibat latihan dapat menyebabkan aktivasi sel inflamasi seperti neutrofil, yang akhirnya menghasilkan radikal bebas dengan menggunakan NADPH oksidase.
- Konsentrasi katekolamin yang meningkat selama latihan, dan ROS dapat dihasilkan dari hasil autooksidasi.
- Mitokondria otot mengalami peningkatan uncoupling dan generasi superoksida dengan peningkatan suhu. Oleh karena itu, latihan yang dipicu hipertermia dapat menyebabkan stres oksidatif.
- Auto-oksidasi oksihemoglobin menghasilkan methemoglobin dalam produksi superoksida dan kecepatan pembentukan methemoglobin akan meningkat dengan olahraga.
Reaksi Perusakan oleh Radikal Bebas
Definisi tekanan oksidatif (oxidative stress) adalah suatu keadaan dimana tingkat oksigen reaktif intermediate (ROI) yang toksik melebihi pertahanan anti-oksidan endogen. Keadaan ini mengakibatkan kelebihan radikal bebas, yang akan bereaksi dengan lemak, protein, asam nukleat seluler, sehingga terjadi kerusakan lokal dan disfungsi organ tertentu. Lemak merupakan biomolekul yang rentan terhadap serangan radikal bebas.
a. Peroksidasi lemak
Mekanisme kerusakan sel atau jaringan akibat serangan radikal bebas yang paling awal diketahui dan terbanyak diteliti adalah peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid paling banyak terjadi di membran sel, terutama asam lemak tidak jenuh yang merupakan komponen penting penyusun membran sel. Membran sel kaya akan sumber poly unsaturated fatty acid (PUFA), yang mudah dirusak oleh bahan-bahan pengoksidasi; proses tersebut dinamakan peroksidasi lemak. Hal ini sangat merusak karena merupakan suatu proses berkelanjutan. Tahap-tahap peroksidasi lemak menurut (Alessio, 2000) adalah sebagai berikut:
Malondialdehyde (MDA) adalah salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang disebabkan oleh radikal bebas selama latihan fisik maksimal atau latihan daya tahan (endurance) dengan intensitas tinggi (Wang et al., 2008; Lyle et al., 2009, Sousa, 2006).
b. Kerusakan protein
Protein dan asam nukleat lebih tahan terhadap radikal bebas daripada PUFA, sehingga kecil kemungkinan dalam terjadinya reaksi berantai yang cepat. Serangan radikal bebas terhadap protein sangat jarang kecuali bila sangat ekstensif. Hal ini terjadi hanya jika radikal tersebut mampu berakumulasi (jarang pada sel normal), atau bila kerusakannya terfokus pada daerah tertentu dalam protein.
c. Kerusakan DNA
Seperti pada protein kecil kemungkinan terjadinya kerusakan di DNA menjadi suatu reaksi berantai, biasanya kerusakan terjadi bila ada lesi pada susunan molekul, apabila tidak dapat diatasi, dan terjadi sebelum replikasi maka akan terjadi mutasi. Radikal oksigen dapat menyerang DNA jika terbentuk disekitar DNA seperti pada radiasi biologis.
ROS Sebagai Penyebab Kerusakan Sel (Stress Oksidatif)
ROS adalah molekul yang tidak berpasangan dan oleh karena itu sangat tidak stabil dan sangat reaktif. ROS hanya dapat bertahan dalam hitungan millisecond sebelum bereaksi dengan molekul lain untuk menstabilkan dirinya. Diketahui berbagai macam ROS, namun yang paling banyak dipelajari karena efeknya yang berbahaya dan merusak adalah superoksida, hydroxyl, dan perhydroxyl. Kerusakan jaringan akibat serangan ROS dikenal dengan stress oxidative, sedangkan factor yang dapat melindungi jaringan terhadap ROS disebut antioksidant. Berbagai jaringan yang dapat mengalami kerusakan akibat ROS di antaranya adalah Deoxyribo Nucleic Acid (DNA), lipid, dan protein. Interaksi ROS dengan basa dari DNA dapat merubah struktur kimia DNA, apabila tidak direparasi akan mengalami mutasi yang dapat diiturunkan, terutama bila terjadi pada DNA sel germinal baik di dalam ovarium maupun testis, sedangkan kerusakan DNA pada sel somatic dapat mengarah pada inisiasi keganasan.
contoh:
Reaksi ROS terhadap lipid tidak jenuh membran sel dan plasma lipoprotein menyebabkan pembentukan lipid peroksida (malondialdehyde) yang secara kimia dapat memodifikasi protein dan basa asam nucleat. Selain itu ROS secara kimia juga dapat memodifikasi langsung asam amino dalam protein, sehingga tidak lagi dikenal sebagai milik sendiri (self) tetapi sebagai nonself oleh system immune. Antibody yang dihasilkan juga akan bereaksi silang dengan protein dari jaringan normal, sebagai awal dari munculnya berbagai penyakit autoimmune.
Modifikasi kimia dalam protein dan lemak pada lipoprotein (LDL) menyebabkan LDL tidak lagi dapat dikenal oleh reseptor LDL liver, akibatnya LDL tidak dapat dibersihkan oleh liver. Sebaliknya, LDL akan diambil oleh reseptor makrofag, yang kemudian membuat macrofag mempunyai ukuran lebih besar dan menginfiltrasi lapisan pembuluh darah di bawah endothelium, terutama bila sudah terjadi kerusakan endothelium sebelumnya. Infiltrasi LDL tersebut kemudian ditutup oleh akumulasi cholesterol yang tidak teresterifikasi. Keadaan ini menyebabkan plaque aterosklerosis berkembang, sehingga pembuluh darah menjadi tersumbat.
Selain itu kerusakan tyrosin residu dalam protein akibat ROS juga dapat mengarahkan pembentukan hidroxyphenilalanin yang selanjutnya mampu bereaksi secara nonenzimatik untuk membentuk radikal bebas baru.
source:
ROS - USU Repository
Sinaga, Fajar. Stress Oksidatif da Status Antioksidan pada Aktivitas Fisik Maksimal. 2016
Comments
Post a Comment