Selain menghasilkan banyak pembalap – pembalap hebat kelas dunia, Finlandia memang dikenal dengan industri telepon seluler nomor satu dunia, Nokia. Tentu orang di Indonesia (terutama pemakai telepon seluler) tidak ada yang tidak kenal dengan Nokia. Keunggulan Nokia dengan berbagai inovasi, kemajuan teknologi, dan daya tarik komersial harus diakui telah membuat Finlandia unggul atau setara dengan Negara – Negara yang selama ini dikenal berteknologi maju, seperti Jepang, Jerman, maupun Amerika Serikat.
Ada beberapa aspek yang menyebabkan Finlandia kini sejajar dengan Negara – Negara maju lainnya. Salah satu aspek yang menyebabkan Finlandia kini memiliki industri kelas dunia seperti Nokia adalah komitmen mereka terhadap riset (penelitian) dan pengembangan. Dengan riset dan pengembangan, terutama dalam menghasilkan produk –produk yang bernilai tambah dan mempunyai daya saing global, Finlandia diyakini bisa tampil lebih mantap dalam persaingan pasar dunia.
Dengan komitmennya tersebut, konsekuensinya anggaran untuk riset dan pengembangan cukup tinggi yaitu sekitar 3,5% - 4% dari produk domestic bruto. Sekitar 5,5 miliar euro atau sekitar 60,5 triliun rupiah, sebuah angka yang cukup besar untuk Indonesia.
Aspek kedua adalah bahwa tingkat korupsi yang sangat rendah di Finlandia. Berdasarkan indeks yang dikeluarkan majalah The Economist pada tahun 2001, menempatkan Finlandia pada peringkat pertama Negara paling tidak korup sedangkan Indonesia berada pada peringkat 88 dari total 91 negara. Di Finlandia, jangankan korupsi, berbohong saja sudah tidak disukai rakyat. Hal ini seperti yang terjadi pada kasus mundurnya Perdana Menteri (PM) perempuan pertama Finlandia, Anneli Jaatteenmaki. PM perempuan tersebut mundur pada bulan Juni 2003 setelah dituduh berbohong kepada parlemen, dan rakyat menyangkut kebocoran informasi politik yang peka selama kampanye. Coba bandingkan dengan keadaan di Indonesia. Sudah menjadi tersangka pun kadang tidak mau mundur dari jabatannya.
Aspek nol korupsi yang diakumulasikan dengan kemampuan riset dan pengembangan (R&D) yang hebat membuat daya saing bisnis maupun daya saing Finlandia secara umum berada di posisi teratas di antara Negara – Negara di dunia. Untuk indeks daya saing bisnis, pada tahun 2005, Finlandia berada pada peringkat kedua di bawah Amerika serikat, diikuti berikutnya Jerman, Denmark, dan Singapura. Sedangkan untuk indeks daya saing pertumbuhan pada tahun yang sama Finlandia berada pada peringkat pertama diikuti Amerika Serikat, Swedia, Denmark, dan Taiwan.
Apa yang terjadi di Finlandia ternyata hampir bertolak belakang dengan kondisi yang terjadi di Indonesia. Di Indonesia, kegiatan riset dan pengembangan tidak seperti yang terjadi di Finlandia. Di samping terbatasnya sarana dan prasarana untuk riset dan pengembangan komitmen pemerintah terhadap riset dan pengembangan juga dipertanyakan karena anggaran untuk riset dan pengembangan sangat kecil.
Salah satu lembaga riset dan pengembangan di Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Cibinong, Jawa Barat, fasilitasnya serbaterbatas, dan gedungnya tampak suram tak terpelihara. Gaji atau penghargaan yang diberikan kepada peneliti pun tidak layak, sehingga tidak banyak para peneliti dari Indonesia mau mendedikasikan ilmunya demi kemajuan ilmu pengetahuan Indonesia kecuali mereka – mereka yang mempunyai idealisme tinggi demi kemajuan bangsa Indonesia dan dihargai di mata dunia.
Meskipun dengan kondisi sarana dan prasaran yang serbaterbatas dan gaji atau penghargaan kurang layak, saya memberikan apresiasi yang tinggi terhadap para ilmuwan Indonesia yang memiliki komitmen tinggi untuk tetap menekuni riset, mengembangkan ilmu, dan mencapai reputasi di tingkat internasional seperti Adi Santoso, ahli biologi molekuler, yang sedang meneliti produksi human EPO yang berperan penting dalam pembentukan sel darah merah, LT Handoko, ahli fisika partikel, dan astronom Mezak Ratag.
Pengorbanan sejumlah ilmuwan yang bekerja tanpa lelah, tanpa terganggu oleh godaan jangka pendek dan konsumerisme tidak akan cukup untuk mengangkat ketertinggalan bangsa ini dalam bidang ilmu dak teknologi. Untuk menarik orang – orang muda terbaik di negeri ini menjadi ilmuwan dan peneliti memang harus dimulai dengan pemberian penghargaan yang pantas bagi kerja para peneliti. Dan persoalannya bukan pada ketiadaan uang di negeri ini, tetapi lebih kepada tidak adanya komitmen dan visi para pemimpin untuk membudayakan ilmu.
Seperti yang dikatakan oleh Wakil Ketua LIPI, Lukman Hakim, kepada kompas “Di Korea orang bangga dengan keberhasilan ilmuwan mereka menciptakan robot HUBO Einstein yang bisa mengekspresikan sedih dan tertawa. Ketika ditanya apa manfaatnya, dijawab nothing. Di Indonesia bukan main orang melecehkan ilmuwan. Kerja yang mereka lakukan dinilai tidak ada gunanya.”
Berikutnya berbicara mengenai korupsi di Indonesia. Jika di Finlandia tingkat korupsi sangat kecil, bahkan bisa dikatakan nol korupsi, di Indonesia korupsi sudah merajalela dimana – mana. Hampir di semua aspek kehidupan tidak lepas dari praktek korupsi. Bahkan mungkin korupsi sudah menjadi “budaya” di Indonesia. Sehingga sangat sulit sekali untuk memberantas praktek korupsi di Indonesia. Meskipun sudah ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sampai saat ini tingkat korupsi di Indonesia masih sangat tinggi dan koruptor – koruptor kelas kakap pun belum tersentuh oleh hukum.
Korupsi sudah mem”budaya” di Indonesia. Oleh karena itu sangat sulit untuk mengubah “budaya” buruk tersebut, karena sebagaimana kita tahu bahwa untuk mengubah sesuatu yang sudah menjadi budaya masyarakat tertentu sangat sulit. Mungkin dibutuhkan waktu hingga satu generasi untuk menghilangkan sama sekali “budaya” korupsi dari negeri ini. Itu pun jika generasi berikutnya tidak mengikuti “budaya” tersebut.
Jika kedua aspek tersebut (komitmen dan visi yang jelas terhadap riset dan pengembangan dan nol korupsi) belum dimiliki negeri ini, jangan bermimpi jika Indonesia ingin seperti Finlandia yang sudah bisa sejajar dengan Negara – Negara maju lainnya di dunia. Mungkin untuk mengurangi jumlah korupsi di negeri ini dapat dimulai dengan hal – hal kecil seperti jujur pada diri sendiri dan orang lain sehingga tercipta saling percaya satu sama lain. Dan masih ada waktu untuk memperbaiki diri. Ayo!!!
Comments
Post a Comment