Suatu ketika teman saya bercerita. Di jaman presdien Suharto, korupsi itu resmi. Jika orang dating ingin berkorupsi, mereka dating dengan membawa proposal kemudian berdiskusi. Jika deal, mereka akan berkorupsi atas izin atasannya. Ini disebut dengan korupsi diatas menja.
Selanjutnya, korupsi masa pemerintah berikutnya. Seseorang yang ingin korupsi,harus hati-hati. Jangan sampai kelihatan, karena akan menuai kritikan, dan bisa-bisa dipenjarakan. Korupsi seperti ini disebut dengan korupsi dibawah meja, karena mereka bersembuyi dibawah meja tempat bekerja.
Korupsi jaman modern lebih unik lagi. Seorang datang dengan membawa proposal. Setelah mencapai kesepakatan, dia tidak lagi bersembunyi diatas meja, akan tetapi mengangkat sekalian meja tersebut. Dan, ini sudah menjadi tradisi negative yang melukai nilai agama dan moralitas bangsa.
Banyak sudah kasus korupsi, seperti Gayus dkk. Ini termasuk seni korupsi yang sulit dilacak, karena termasuk modern. Dan, korupsi seperti benar-benar menyitas tenaga penegak ke-adilan, sebab korupsinya berjamaah. Tidak hanya sholat yang berjama’ah, korupsi-pun jika dilakukan secara berjama’ah akan mendapatkan hasil yang cukup banyak, sebagaimana sholat berjama’ah yang pahalanya 27 derajat. Apalagi, para penegak hukumnya juga ikut serta, maka hal ini akan menjadikan Imam Korupsi semakin kebal dan sakti.
Pada dasarnya, korupsi itu dosa besar menurut agama, karena sama dengan mencuri (merampok) uang rakyat. Padahal, kepala dibuat kaki, dan kaki dibuat kepala. Kemudian, sebagian penghasilanya untuk membayar pajak. Ternyata, keringkat dan darah mereka dihisap oleh para dragula (koruptor). Akan tetapi, sampai saat ini dosa-dosa yang begitu besar kadang masih memperoleh ampunan. Ini harus ditegaskan lagi, bahwa para koruptor itu harus dihukum mati jika memang jumlahnya cukup besar dan merugikan rakyat dan Negera.
Comments
Post a Comment